Maqasid syari’ah
jika dilihat dari empat (4) sudut pandang yang berbeda akan terbagi ke dalam
beberapa katagori.
Empat perspektif
tersebut adalah: 1- maqasid syari’ah dipandang dari sisi subyektifitas, 2-
dipandang dari sisi orisinalitas, 3- dipandang dari sisi universalitas, dan 4-
maqasid syari’ah dipandang dari sisi urgensitas.
Tujuan dari
pembagian maqasid syari’ah ini –menurut Basyir bin Maulud Juhaisy- adalah untuk
kepentingan prioritas dan pertimbangan antara satu tujuan dengan tujuan lainnya,
antara kemaslahatan dan kemafsadatan, atau antara masing-masing kemaslahatan
dan kemafsadatan.[1]
I.
Subyektifitas
Maqasid Syari’ah:
Sudut pandang ini, telah memetakan maqasid syari’ah ke dalam dua
katagori, yaitu maqasid As Syari’ (tujuan Allah dan Rosulnya) dan maqasid
al mukallaf (tujuan para hamba). Model pembagian ini sebagaimana yang
dijelaskan oleh Abu Ishak As Syatibi dalam bukunya “Al Muwafaqat”.
Terkait maqasid As Syari’, ia mengungkapkan empat macam
tujuan, yaitu:
-
Tujuan asal
penciptaan syariat, Abdullah Darraz –komentator Kitab Al Muwafaqat- memahami
hal ini dengan tujuan utama pembuatan syari’at, yaitu berupa kemaslahatan umat
manusia di dunia dan akhirat.
-
Tujuan
pemahaman dalam penciptaan syari’at, didasarkan pada realita bahwa teks
syari’at Islam menggunakan bahasa Arab dan diturunkan pada komunitas ummi (buta
huruf). Maka –menurut As Syatibi- syari’at dan tujuannya hanya bisa difahami
melalui pemahaman paripurna terhadap bahasa Arab, dan kemaslahatan adalah
tujuan yang paling cocok dengan komunitas masyarakat ini.
-
Tujuan
pembebanan dalam penciptaan syari’at, ada dua kaidah penting terkait tujuan
ini, yaitu: At Taklif Bima La Yuthok (pembebanan sesuatu di luar
kemampuan para hamba), dan kaidah At
Taklif Bima Fihi Al Masyaqah (pembebanan
sesuatu yang mengandung kesulitan).
-
Tujuan memasukkan para hamba ke dalam
lingkup hukum dalam penciptaan syari’at. Bahwa As Syari’ (Allah dan rasulnya)
menuntut para hamba yang mukallaf untuk secara suka rela mematuhi segala hukum
yang ditetapkan.[2]
Adapun maqasid Al Mukallaf (para hamba) yaitu: target yang dijadikan
tujuan oleh para hamba dalam keyakinan, ucapan, dan tindakannya.[3]
Tujuan ini berfungsi membedakan antara
tradisi dan ibadah, kewajiban dan anjuran, Abu Ishak As Syatibi menyadur hadits
Nabi SAW: Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung niatnya, untuk itu Al maqsad (tujuan) harus diperhatikan dalam setiap
tindakan, bail lingkup ibadah maupun adat istiadat…..tujuan Al mukallaf (hamba) harus selaras dengan
tujuan As Syari’ (Allah dan Rasulnya).[4]
II.
Orisinalitas Maqasid Syari’ah:
Melalui barometer keaslian, Maqasid syari’ah terbagi menjadi dua
macam, yaitu Maqasid Ashliyah (tujuan inti) dan Maqasid Taba’iyah
(tujuan cabang).
Maqasid Ashliyah adalah: tujuan yang tidak memperhatikan
kepentingan para hamba, artinya tidak ada pertimbangan unsur hawa nafsu,
kecenderungan dan tabiat manusia.
Abu Ishak As Syatibi memasukkan Ad Dharuriyat (primer) ke
dalam kategori ini, maka –menurutnya- dalam menyembah sang khaliq harus sesuai
prosedur yang ada, dimana prosedur tersebut ditetapkan baik sesuai selera para
hamba maupun tidak.[5]
Sedangkan maqasid Taba’iyah (tujuan cabang) adalah tujuan
yang memperhatikan hawa nafsu, kecenderungan dan selera para mukallaf.
Seperti tujuan mamenuhi syahwat biologis dalam pernikahan,
tujuan memenuhi syahwat materi dalam
akad jual beli, tujuan memenuhi kebutuhan fakir miskin dalam ibadah zakat.
Maqasid Taba’iyah ini posisinya sebagai penguat dan penyempurna maqasid Ashliyah.
III.
Universalitas
Maqasid Syari’ah:
Dari segi luasnya cakupan, maqasid syari’ah terbagi menjadi dua
macam, yaitu : Maqasid ‘Amah (tujuan umum) dan Maqasid Khassah
(tujuan khusus).
Devinisi Maqasid ‘Amah adalah : makna dan hikmah yang selalu
diperhatikan oleh As Syari’ (Allah dan Rosul-Nya) dalam setiap atau
mayoritas proses tasyri’ (pensyari’atan) seperti Ad Dharuriyat Al
khams (5 hal primer).[6]
Sedangkan maqasid Khassah adalah: makna dan hikmah yang
diperhatikan dalam bab atau hukum tertentu, seperti tujuan menghilangkan
intimidasi terhadap kaum perempuan dalam kitab fikih usrah (keluarga),
tujuan membuat jera dalam bab al Jinayat (kriminal) dan tujuan
mengantisipasi penipuan dalam bab Al Mu’amalah Al Maliyah (transaksi).
Tokoh yang paling serius dalam mengupas pembagian maqasid atas dasar
universalitas ini adalah At Thohir Bib Asyur dalam bukunya “Maqasid As Syari’ah
Al Islamiyah” karena dari tiga bagian pembahasan bukunya tersebut, bagian kedua
dan ketiga di khususkan untuk pembahasan maqasid ‘Amah dan Khassah.
Secara umum, Jasir Audah menyimpulkan bahwa tujuan yang terkait
dengan umat manusia secara keseluruhan adalah maqasid ‘Amah, sedangkan
yang terkait dengan individu atau sebagian dari umat manusia adalah khassah.[7]
Kesimpulan ini, menurut saya tidak bertentangan dengan devinisi yang
dijelaskan diatas, karena hikmah dan makna yang diperhatikan dalam setiap
proses tasyri’, cakupannya lebih luas dari pada hikmah dan makna yang hanya
diperhatikan dalam bab hukum tertentu.
IV.
Urgensitas
Maqasid Syari’ah
Terakhir, Maqasid syari’ah dipandang dari sisi urgensinya, terbagi
menjadi tiga macam, yaitu: Dharuriyat (primer), Hajiyat
(sekunder) Tahsiniyat (tersier). Tiga hal ini juga biasa disebut dengan
hirarki kemaslahatan.
-
Dharuriyat
adalah kemaslahatan yang dibutuhkan oleh seluruh
umat manusia, apabila tidak dipenuhi maka akan sangat berpengaruh pada tatanan
kehidupan, bahkan bisa mengakibatkan kekisruhan dan kerusakan.[8]
Abu Hamid Al Ghazali meringkas Dharuriyat ke dalam lima hal,
yaitu : Hifdz Ad Din (menjaga keyakinan), Hifdz An Nafs (menjaga
nyawa), Hifdz Al ‘Aql (menjaga akal), Hifdz An Nasl (menjaga
keturunan), dan Hifdz Al Mal (menjaga properti).[9]
Sedangkan Syihabuddin Al Qarrafi, Ibnu Taimiyah dan Az Zarkasy
menambahkan satu hal, yaitu Hifdz Al ‘Ird (menjaga reputasi), sehingga
komposisi Dharuriyat menjadi enam perkara [10]. Semua ini -menurut Abu Ishak As Syatibi- merupakan tujuan yang disepakati
oleh seluruh agama.[11]
Disisi lain, Yusuf Al Qardhawi meyakini masih terdapat Dharuriyat
(tujuan primer) diluar komposisi yang disebutkan oleh ulama klasik tadi, ia
mencontohkan kemaslahatan terkait dengan nilai kemanusiaan seperti kesetaraan,
solidaritas dan kebebasan, ini semua adalah dharuriyat yang belum disinggung
oleh mereka.
Diantara contohnya adalah rukhshoh (kelonggaran) dalam
melakukan sholat jama’ (digabungkan) dan qasr (diringkas) dalam bab
ibadah. Akad pesanan,persewaan dan bagi hasil dalam bab mu’amalah.[13]
Menurut Abu Ishak As Syatibi, fungsi hajiyat adalah memperkuat
kemaslahatan Dharuriyat, maka kehidupan manusia tidak akan chaos
(hancur) pada saat hajiyat tidak terpenuhi, akan tetapi hanya terjadi
kesempitan dan kerumitan.[14]
-
Tahsiniyat adalah tujuan yang berkisar pada lingkup budi pekerti dan keluhuran
akhlaq, keindahan interaksi sosial dan adat istiadat. Posisi tahsiniyat ini dibawah
dharuriyat dan hajiyat.[15]
Al Ghazali membagi tahsiniyat kedalam dua bagian: 1- tidak
bertentangan dengan kaidah universal syari’at, seperti hukum haram memakan
sesuatu yang menjijikkan, 2- bertentangan dengan kaidah universal syari’at,
seperti akad kitabah (angsuran) seorang budak pada majikannya untuk bisa
memperoleh status merdeka.[16]
Diantara contoh tahsiniyat dalam bab ibadah seperti: larangan
berlebih-lebihan, larangan menjual barang najis. Dalam bab pernikahan seperti
adanya kafa’ah (kesetaraan) dan adab pergaulan antara suami istri.[17]
Penutup
Empat perspektif berupa subyektifitas, orisinalitas, universalitas
dan urgensitas dalam mengklasifikasikan Maqasid Syari’ah adalah hasil
kesimpulan dari pembahasan para ulama maqasid.
Sebagian dari mereka –seperti Ibnu Asyur- menambahkan perspektif
validitas yang menghasilkan pembagian Maqasid Syari’ah ke dalam Qath’iyah
(pasti) dan Dzaniyyah (dugaan). Atau Abu Ishak As Syatibi yang
menambahkan istilah juz’iyat (parsial) dan kulliyat (universal)
terkait barometer universalitas.
Dengan demikian, apa yang dikupas dalam makalah ini, terkait
klarifikasi Maqasid Syari’ah hanya mengutip point-point besar yang dikupas oleh
maqasidiyin (pakar Maqasid Syari’ah) saja, karena dua barometer diatas
–yang tidak dikupas disini- jarang disinggung oleh ulama lainnya.
The Lucky Club Casino Site ᐈ 100% Welcome Bonus
BalasHapusA genuine gambling experience is bound to happen in The Lucky Club casino site. Enjoy over 400 luckyclub thrilling slots, table games, slots, and more to win real money!